Kabi terlahir dengan predikat anak bodoh. Ayahnya yang genius dan lulusan Amerika sampai tega meninggalkannya saat ia masih bayi karena takut namanya “tercemar”. Sang ayah memang berasal dari keluarga pintar dan tak terima jika anaknya bodoh. Lalu menyalahkan ibunya karena menganggap kebodohan Kabi karena kekurang-hati-hatiannya saat mengandung. Di sekolah Kabi selalu ranking terakhir dan selalu tinggal kelas setahun sebelum naik ke kelas berikutnya. Hampir semua orang memanggilnya “idiot”. Sudah begitu selalu di-bully dan dikucilkan teman-temannya, bahkan sekolahnya berusaha meminta ibunya agar mengeluarkan Kabi karena mengganggu proses belajar-mengajar.
Untungnya Kabi memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia terdorong oleh satu keinginan sederhana: bertemu ayahnya. Sampai usia 10 tahun ia tak tahu seperti apa wajah ayahnya. Ibunya tak pernah memberi tahu siapa ayahnya dan seperti apa rupanya. Satu-satunya “tiket” untuk bertemu dan bisa diterima sang ayah adalah jika ia tidak bodoh. Sayangnya, dengan kondisi yang dimilikinya tiket itu seperti tak mungkin terbeli.
Ternyata di balik kebodohannya tersimpan setitik kegeniusan yang tak terduga. Kabi adalah seorang penderita savant syndrome. Di balik kebodohannya ia memiliki satu kegeniusan. Namun gara-gara itu ia diburu profesor Harvard yang berambisi mengeksploitasi kegeniusannya untuk bahan penelitiannya.
Seperti apa Kabi berjuang mencari pengakuan sang ayah? Apa yang terjadi saat mereka bertemu?
Novel ini mengisahkan hidup Kabi yang lugu, sederhana, dan nalarnya yang menggelikan. Membacanya akan membuat kita tersenyum mafhum sekaligus meresapi sikapnya yang mulia yang terasa mahal di zaman sekarang. Jika ia dihina kawan-kawannya, ibunya selalu mendorong semangatnya dengan kata-kata bijak.
“Kamu jangan merasa jadi orang bodoh. Kamu harus merasa jadi orang yang belum pintar. Kalau kamu merasa jadi orang bodoh, kamu akan selalu merasa segala usaha akan sia-sia. Tapi kalau kamu merasa belum pintar, kamu akan terus berusaha, terus belajar, terus memperbaiki kekurangan.”