Tahun 2020 seharusnya menjadi tahun yang optimistis dalam bidang pemberantasan narkotika. Tren di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan penurunan prevalensi pengguna narkotika di Indonesia. Selain itu, di bidang produksi narkotika sintetis yang dilakukan dalam clandestine lab baik sekala besar (pabrik narkotika) maupun skala kecil (candestine lab rumahan) juga menunjukkan penurunan. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) memperlihatkan penurunan itu. Pada tahun 2018 dan 2019, jumlah pengungkapan clandestine lab di Indonesia masing-masing hanya satu lab per tahun, dengan tersangka satu orang (2018) dan lima orang (2019). Tentu saja tumbuh harapan, di tahun 2020, tren tersebut akan berlanjut.
Namun ternyata, memasuki tahun 2020, tiba-tiba saja jumlah pengungkapan clandestine lab meningkat. Pada 23 Februari 2020 BNN menggerebek clandestine lab di satu perumahan di Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, dengan jumlah sitaan tiga juta butir pil paracetamol, cafein, carisprodol (PCC). Berselang dua hari, pada 25 Februari 2020, Polda Sulawesi Selatan, menggerebek empat kamar apartemen di Makassar. Kamar-kamar itu dijadikan pabrik peracikan narkotika jenis tembakau sintetis. Pada 10 Maret 2020 BNN menggerebek sebuah rumah di kawasan Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara, yang dijadikan tempat memproduksi sejumlah sabu. Pada 17 Mei 2020, BNN Jawa Tengah dan Jawa Timur menggerebek sebuah rumah di kawasan Mijen, Kota Semarang, yang diduga dijadikan pabrik pembuatan narkoba jenis sabu-sabu. Tren ini tentu saja mengkhawatirkan.
Penulis sejak lama sudah curiga akan selalu ada perubahan yang signifikan dalam cara pelaku memproduksi narkotika sintetis yang akan mereka pasarkan. Hal inilah yang dulu mendorong penulis memilih tema disertasi “Pergeseran Pemilihan Wilayah Produksi dan Distribusi Ilegal Narkotika Sintetis di Indonesia” ketika menyelesaikan Program Studi Doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia. Penelitian dilakukan pada tahun 2011-2012.
Dengan memperhatikan fenomena produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis secara global dan yang terjadi di Indonesia pada saat itu, penulis mengasumsikan bahwa walaupun produksi narkotika sintetis terjadi secara menyebar di berbagai belahan dunia dan berbagai wilayah pada tingkat lokal (Indonesia), namun secara tipikal berada dekat dengan wilayah distribusi. Wilayah tersebut juga merupakan wilayah yang jauh dari pengawasan.
Terdapat kecenderungan yang menarik di Indonesia bahwa clandestine lab berada di daerah dengan kondisi bervariatif. Jika memperhatikan data pengungkapan kasus yang dilakukan oleh BNN dan Polri dari tahun 2006 sampai 2010, asumsi tentang karakteristik wilayah produksi yang dikemukakan di atas tidak selalu sebangun. Hal ini tentu menyulitkan untuk menandai wilayah-wilayah yang berpotensi menjadi tempat produksi ilegal narkotika sintetis yang juga dapat dijadikan indikasi terjadinya distribusi. Kesulitan ini juga menjadi hambatan bagi petugas untuk melakukan deteksi dini dan membuat pola antisipasi.
Hal yang menarik untuk diteliti adalah bahwa produksi ilegal narkotika sintetis terjadi di lokasi dengan karakteristik wilayah yang berbeda dari asumsi sebelumnya dan bergeser mendekati tempat distribusi ilegal. Lingkungan tempat kejahatan dalam hal ini juga dilihat secara sosiologis sebagai satu kesatuan dalam suatu wilayah yang memiliki masyarakat dengan kelas sosial, ekonomi, pekerjaan, ragam komunitas baik suku maupun agama, pendidikan, serta kontrol sosialnya. Dengan melihat variabel variabel tersebut, penulis dengan penelitiannya ingin menemukan kecenderungan-kecenderungan baru yang berkontribusi terhadap wilayah yang dijadikan lokasi clandestine lab.
Pada sisi lain, di mana pelaku – sebut saja produsen – merupakan aktor utama dari kejahatan ini, yang notabene merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di lokasi produksi ilegal juga perlu diteliti, dalam rangka memahami situasi dan kondisi yang melingkupi keputusan pelaku kejahatan sebagai aktor – individual maupun sindikasi –dalam kaitannya dengan pola pemilihan tempat dan sasaran penjualan hasil akhir produksinya.
Dalam perkembangannya, terjadi variasi-variasi baru baik produksi maupun distribusi gelap narkotika sintetis. Kondisi ini menimbulkan permasalahan yang sama khususnya dalam hal menandai wilayah distribusi ilegal narkotika sintetis di mana terjadi pergeseran seiring dengan pola distribusi yang berbeda juga. Dengan mendalami pola distribusi di beberapa lokasi kejadian yang sama dalam kurun waktu yang sama dengan produksi ilegal, penelitian penulis juga diarahkan untuk menemukan kecenderungan baru dalam pemetaan wilayah distribusi ilegal narkotika sintetis.
Saat itu, pertanyaan penelitian yang penulis kemukakan dalam kerangka penelitian disertasi adalah:
Penelitian disertasi penulis dilakukan untuk memahami karakteristik lokasi produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis secara empiris dalam konteks lokalitas, untuk mendapatkan data yang lengkap tentang karakteristik tempat produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis dari perspektif kriminologi lingkungan, dengan memahami produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis secara spasial dari dimensi ekologis dan non-ekologis. Penelitian ini juga dilakukan untuk memahami implementasi kebijakan prosedural penanganan kejahatan produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis dengan model ‘scentific based investigation’ secara pre-emptive yang menekankan peran personal inteligent dan technology intelligent.
Hal ini terkait dengan asumsi penulis bahwa pengungkapan kasus produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis perlu upaya progresif melalui pemetaan karakteristik lokasi yang diperoleh dari kajian akademis, untuk mendukung praktik pencegahan kejahatan produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis yang diarahkan untuk tempat spesifik, serta mendukung pelaksanaan operasional penyidikan secara terfokus. Penelitian yang menghasilkan sejumlah temuan terkait produksi dan distribusi ilegal narkotika sintetis ini juga dapat mengidentifikasi sejumlah rekomendasi yang dapat dikontribusikan untuk lebih mengembangkan kebijakan prosedural di bidang narkotika sintetis, khususnya bidang penyelidikan dan penyidikan.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk menerbitkan disertasi penulis dalam bentuk buku disertai dengan penambahan-penambahan informasi dengan mengikuti perkembangan tren terbaru produksi dan distributi narkotika. Harapannya, tentunya akan lebih banyak lagi yang membaca hasil penelitian itu dan dapat digunakan manfaatnya.
KATA MEREKA
Dalam banyak kesempatan, saya tegaskan kembali pernyataan Presiden bahwa Indonesia menghadapi darurat narkoba. Tak lagi hanya menjadi target perdagangan, bahkan menjadi tempat produksi narkoba oleh para bandar. Diperlukan jihad semua elemen masyarakat untuk memerangi narkoba tidak hanya dengan upaya represif melalui razia, melainkan juga upaya preventif melalui penyuluhan bahaya narkoba secara masif. Buku ini sangat penting memberikan pemahaman dan pengetahuan baik bagi aparat maupun masyarakat.
Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Peredaran Narkoba di Indonesia sangat menakutkan. Penyebaran pengetahuan melalui karya buku ini merupakan bagian dari jihad untuk menyelematkan generasi penerus Bangsa dari ancaman narkoba.
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Penanganan masalah narkoba perlu melibatkan masyarakat secara partisipatif, mengingat lingkungan sosial dapat menjadi pendorong bagi pelaku kejahatan. Buku ini merupakan penjelasan tentang pemikiran tersebut.
Gories Mere
Kepala Badan Narkotika Nasional 2009-2012
Sebagai pembimbing penulis ketika menempuh pendidikan doktoralnya di Departemen Kriminologi FISIP UI, saya mengomentari tema penelitiannya yang membutuhkan effort besar untuk mengeksplorasi sejumlah terpidana kasus tindak pidana narkotika di penjara. Ternyata telaah dan analisisnya yang mendalam memudahkan mencapai hasil memuaskan sebagai doktor kriminologi pertama. Dengan sajian yang lebih populer, saya yakin buku ini bermanfaat bagi internal Polri dan masyarakat luas.
Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D
Guru Besar Universitas Indonesia
Buku baru dan ilmiah yang membahas ekologi kejahatan narkotika ini sangat relevan, tepat waktu, dan sangat dibutuhkan oleh setiap orang dan lembaga yang terkait dengan kejahatan narkotika. Mengenai pengarangnya sendiri, saya hanya dapat mengatakan: “anggur yang baik tidak perlu iklan”.
Prof. Dr. Thomas Suyatno
Ketum Asosiasi BP PTS Indonesia