Widyo Pramono Luncurkan Buku Melawan Korupsi Tanpa Gaduh

Kamis, 28 Februari 2019

JAKARTA - Mantan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Prof. Dr. R. Widyo Pramono, SH, MM, Mhum, kembali meluncurkan buku terbaru yang mengupas seputar kasus korupsi dengan segala permasalahannya.

Buku bertajuk “Melawan Korupsi Tanpa Gaduh” Memoar dan Perspektif Seorang Jaksa dan Guru Besar ini akan diluncurkan dan dibedah di Auditorium Plaza Mandiri Jakarta, Kamis (28/2).

Peluncuran dan bedah buku bakal menampilkan sejumlah narasumber berkompeten, seperti Wakil Ketua KPK Laode M Syarif PhD, pakar hukum pidana Prof. Dr. Andi Hamzah, SH, dan Rektor Universitas Di ponegoro Semarang Prof. Dr. H. Yos Johan Utama, SH, Mhum, dengan moderator Agus Sudiarto (SEVP SAM PT Bank Mandiri Tbk).

“Melawan Korupsi Tanpa Gaduh, kami usung sebagai judul lantaran benang merah isi buku berangkat dari ke prihatinan masih acapnya penanganan perkara korupsi lebih menekankan magnitudenya sebagai ‘berita besar’, namun belum secara efektif memberantas akar korupsi itu sendiri,” ungkap Widyo Pramono dalam ke terangan pers di Jakarta, kemarin.

Pada saat yang sama, ungkap Widyo yang juga mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu, penanganan korupsi dilaksanakan secara gaduh berpotensi tidak mengedepankan prinsip praduga tidak bersalah yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Karena itu, pada gilirannya bisa menggerus wibawa dan martabat pengadilan sebagai benteng masyarakat dalam memperoleh kebenaran dan keadilan hukum. Pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, 7 Agustus 1957, ini berpendapat, efektivitas penanganan perkara korupsi tidak ditentukan oleh ekspos secara masif dan berlebihan di forum-forum publik, talkshow televisi, dan media.

Efektivitas penanganan korupsi terletak pada kecerdasan dan ketelitian para penyelidik, jaksa melalui gelar perkara, pendalaman perkara secara obyektif, terpenuhi unsur formil dan materiil, terlihat mensreanya, dan hakim dalam membuktikan ser ta membedah dugaan korupsi tersebut dengan menegakkan hukum seadil-adilnya atas pelakunya.

“Sungguh mem prihatinkan jika seorang tersangka, termasuk dalam perkara korupsi, ditelanjangi sedemikian rupa dengan penuh drama di muka umum sebelum kasusnya disidangkan di pengadilan,” kata Widyo Pramono yang saat ini menjabat Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tersebut.

Jika mereka yang diduga pelaku korupsi masih berstatus tersangka, hemat Widyo, sebaiknya hak-haknya di lindungi, termasuk dengan tidak mengekspos kasus-kasus tersebut secara ekstrem, membeberkan beragam dugaan kesalahan, serta mengekspos saksi-saksi.

Biarlah semua kesalahan dibuka di pengadilan dan peradilannya dijalankan terbuka untuk umum. “Kita boleh melakukan upaya paksa terhadap mereka yang diduga melakukan korupsi. Namun, jangan lupa bahwa mereka juga manusia yang memiliki hak-hak asasi demi mendapatkan proses peradilan jujur, adil, berwibawa, bermartabat, dan berperi kemanusiaan,” tuturnya.

Upaya untuk mempermalukan secara berlebihan, semisal dengan membiarkan media menyorot aktivitas privat tersangka dan mengikutinya sampai ke tempat-tempat seharusnya, bukan area yang diperuntukkan bagi media, sepatutnya tidak dibiarkan karena tidak banyak relevansinya terhadap substansi pemberantasan korupsi itu sendiri.

Dia tidak menampik bahwa melawan korupsi tanpa gaduh bukan hal mudah. Perhatian publik terhadap kasus korupsi sangat besar. Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime ) dan menjadi masalah sangat serius. Ribuan laporan dugaan ko rup - si setiap tahun masuk ke lembaga-lembaga penegak hukum, terlepas dugaan itu saat dibuktikan atau hanya informasi sumir.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang setiap tahun di laporkan Transparency International masih berada di level belum membanggakan. Kita berada di peringkat 96 dari 180 negara pada 2017, turun dari peringkat 90 pada tahun sebelumnya. Skor IPK ini pun bisa dikatakan “jalan di tempat”, yakni sebesar 37 pada 2017, sama seperti tahun sebelumnya.

“Di tengah masalah korupsi yang terus menggilai, wajar jika publik haus dan merindukan terbongkarnya kasus-kasus besar,” ungkap nya. Dengan adanya keingintahuan publik yang tinggi terhadap kemajuan penanganan korupsi, aparat penegak hukum (APH) bisa saja tergoda atau mungkin tidak dengan sengaja memunculkan kegaduhan yang sebenarnya tidak diperlukan. Janganlah popularitas sebuah kasus mengalahkan substansinya.

APH harus benar-benar fokus pada duduk perkara dan alat bukti yang ada serta penting mendengarkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tujuan utama pengungkapan kasus adalah menegakkan hukum, yaitu menghukum orang yang bersalah dengan seadil-adilnya dan mem buat para pelaku mengakui serta mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dukungan publik terhadap pemberantasan korupsi sepatutnya diperoleh dengan cara penegakan hukum benar, transparan, dan sesuai norma-norma, walaupun acap kali mungkin harus dengan langkah-langkah tidak populer. “Untuk bisa melawan korupsi tanpa gaduh dan tanpa tergoda untuk populer, semua APH, baik itu polisi, jaksa, hakim, maupun aparatur KPK, harus mampu meyakinkan publik akan integritas dan rekan jejak mereka.

APH juga harus bekerja serius, cerdas, kukuh pada prinsip, tidak boleh dipermainkan, tidak boleh ada bargaining demi uang atau jabatan, serta tidak boleh ada vested interest, “ kata Widyo Pramono. Meskipun banyak kendala menghadang, dia berharap langkah-langkah pemberantasan korupsi perlu terus digiatkan.

Memang berbagai indikator menunjukkan hasil yang diharapkan masih jauh dari optimal, Widyo optimistis pemberantasan korupsi bisa dikelola secara efektif dan efisien, tetapi tercukupi sarana dan prasarananya guna di peroleh hasil yang diharapkan. Optimisme itu didapat berdasarkan keyakinan bahwa pemerintah memiliki political will yang sangat kuat dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Demikian pula dengan dukungan publik, tidak perlu diragukan lagi. Kata kuncinya adalah penegakan hukum. Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum yang menjadi bagian dari integrated criminal justice system , kedepan harus sepenuhnya ambil bagian dalam memberantas korupsi.

Penegakan hukum merupakan pilar penting bagi tata kelola pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang bersih tidak bakal terwujud tanpa adanya jaminan penegakan hukum yang konsisten, konsekuen, serta berjalan atas dasar prinsip keadilan, kejujuran, kebenaran, keterbukaan, dan nondiskriminatif.


Sumber Artikel : Koransindo.com

FeedBack